Sabtu, 25 Agustus 2018

Pendidikan, Awal Kebangkitan Peradaban Islam Indonesia

Sebuah perbincangan sate kambing di tengah malam selepas Hari Raya Idul Adha mendiskusikan apa penyebab lambatnya perkembangan da'wah kader. Dari mulai eksklusifitas, hingga perkembangan kader yang mendapat predikat 4L (lw lagi lw lagi....)

Rasa-rasanya malam itu kami bisa mengambil 2 pelajaran yang dapat dijadikan cara kita untuk memenangkan da'wah ini.

Pertama
Tidak eksklusif, sebaik-baik pemimpin adalah yang mencintai rakyatnya dan rakyatnya mencintai dia. dan sebagaimana rakyatnya begitulah pemimpinnya. Maka kalau kita memilih untuk mengambil alih kekuasaan dengan cara cepat, kita harus merepresentasikan rakyat kita. Contoh : Presiden Jokowi.

Kedua
Kami berdiskusi panjang lebar, dan mengoreksi diri tentang apa kelebihan yang kita miliki sehingga kita lagi-lagi kalah atau terpaksa mengalah dan kembali gagal memperjuangkan calon-calon pemimpin bangsa dari kalangan sendiri. Kita selalu dengan terpaksa mengikuti format rekan koalisi. Seolah-olah kita tidak punya bargaining yang cukup. Akomodasi politik kita punya berapa? Media kita tidak menguasai. Konon kelebihan kita katanya kader yang militan. Tapi semilitan-militannya kader kita hasil terbaik yang kita raih adalah Jabatan Gubernur.

Setelah sampai di rumah dan berfikir, kita sesungguhnya punya 1 hal yang cukup potensial yaitu Lembaga Pendidikan. Sebuah sarana penyadaran yang terstruktur dan tidak instan, namun efeknya permanen. Terlebih dia merupakan sarana netral dan independen.

Kesimpulan
Kita tidak punya media, tapi kita punya lembaga pendidikan!
Lembaga Pendidikan saat ini belum menjadi pusat perhatian/sarana yang cukup penting sehingga perlu kita memberikan perhatian lebih untuk lembaga pendidikan islam, khususnya yang berafiliasi secara kultural kepada dakwah ini.

Tidak ada komentar: